Serie Ke-4- Asal Mula Aliran-Aliran Buddhis- PENULIS: Bhikkhu Sujato 2006
Bab 1
“Maklumat Persatuan”
AŚOKA MENERBITKAN MAKLUMAT DI TIGA TEMPAT tentang Sangha, yang telah dikenal
sebagai “Maklumat Perpecahan.” Ini adalah nama yang tidak cocok, dan ini
sendiri mungkin dipengaruhi oleh harapan para sarjana modern bahwa pada masa
Aśoka Sangha telah terpecah-pecah.
Maklumat-maklumat ini menggambarkan keadaan kesatuan dari Sangha, bukan keadaan
perpecahan. Tiga prasasti yang sangat singkat ditemukan pada “Minor Pillar
Edicts” di Sarnath, Sāñchī, dan Kosambi dalam berbagai keadaan reruntuhan,
terbentang sepanjang jalan antara Pāṭaliputta, ibukota Aśoka, ke Avanti dan
Vedisa. Ini semua adalah tempat-tempat kuno Buddhisme.
Maklumat-maklumat ini memerintahkan para menteri Aśoka bahwa, karena Sangha
telah dibuat bersatu,[2] siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang memecah belah
Sangha harus dibuat memakai jubah awam dan tinggal terpisah. Maklumat Sāñchī
menambahkan bahwa Sangha yang bersatu ini, baik bhikkhu dan bhikkhuni, tidak
seharusnya terpecah belah selama anak-anak dan cucu-cucuku berkuasa, serta
matahari dan bulan bersinar, karena inilah keinginanku agar Sangha yang bersatu
akan tetap bertahan untuk waktu yang lama.[3] Maklumat Sarnath
menambahkan bahwa salinan maklumat ini harus dibuat tersedia untuk para umat
awam, yang harus meninjau kembali pesan ini setiap dua minggu uposatha.
Pernyataan bahwa Sangha telah “dibuat bersatu” menyatakan suatu kejadian
sebenarnya, bukan teoritis, di mana maklumat ini menanggapi dengan
memperingatkan akibat berat dari perilaku memecah belah. Kenyataan bahwa
maklumat-maklumat ini ditemukan dalam beberapa tempat menyatakan bahwa
kecenderungan perpecahan tersebar luas, dan, jika maklumat diterapkan, mungkin
terdapat beberapa episode. Maklumat Sarnath mulai dengan bacaan yang rusak
sebagian: pāṭa[liput]..., yang kelihatannya menunjuk pada Pāṭaliputta. Ini
menyatakan bahwa, seperti yang dapat seseorang harapkan, kekuatan perpecahan
sedang bekerja di ibukota, mungkin terpusat di saa. Jika demikian halnya, maka
perintah Aśoka kepada para menterinya akan, seperti biasanya, agar mereka mengikuti
contoh pribadinya. Dengan demikian kita dapat berpikir suatu pusat krisis di
ibukota yang ditangani oleh Aśoka secara pribadi, dan mungkin beberapa gema
yang lebih kecil sepanjang wilayah itu, yang ditangani oleh para menteri.
Tidak ada contoh dalam Vinaya bagi seorang penguasa sekuler untuk ikut campur
dengan cara ini dalam operasi Sangha. Sementara Vinaya menggambarkan suatu
Sangha yang mampu mengurusi urusannya sendiri, dengan anggapan diam-diam bahwa
kekuatan pemerintah akan menyediakan dukungan umum, sekarang kita memiliki
seorang penguasa yang secara langsung memaksakan kehendaknya terhadap Sangha.
Mungkin hal yang paling mengejutkan adalah bahwa Sangha kelihatannya menyambut
campur tangan ini. Ini hanya dapat dijelaskan jika masalahnya adalah masalah
yang sebenarnya, di mana Sangha tidak dapat menyelesaikannya dengan prosedur
normalnya (saṅghakamma). Prosedur ini bekerja dengan kesepakatan bersama, dan
dengan demikian menganggap suatu tingkat dasar dari ketulusan dan kerjasama.
Inilah bagaimana perselisihan diselesaikan dalam Konsili Kedua. Tetapi jika
orang-orang yang menyebabkan masalah mengganggu berfungsinya saṅghakamma,
Sangha tidak berkuasa.
Perpecahan dan Persatuan
Untuk memahami Maklumat Persatuan, kita pertama-tama harus meninjau sifat dari
perpecahan dan persatuan. Dalam Buddhisme, perpecahan awal mula dan mendasar
adalah [yang dilakukan oleh] sepupu Sang Buddha yang jahat, Devadatta, Yudas
atau Set dalam Buddhisme. Kisahnya terlalu panjang dan sudah terlalu diketahui
untuk diulangi di sini.[4] Semua kisah perpecahan mempunyai Devadatta di
belakang pikiran mereka, dan semua pencerita kisah-kisah itu berusaha
menyeimbangkan dua kekuatan: membenarkan dan mensahkan aliran terpisah mereka,
sementara pada saat yang sama dengan keras menghindari bayangan anggapan apa
pun bahwa mereka mengikuti jejak Devadatta.
Ini jelas terlihat dalam Maklumat Persatuan, karena ungkapan yang digunakan
Aśoka menggemakan ungkapan dari kutipan terkenal di mana Sang Buddha
memperingatkan Devadatta bahwa seseorang yang memecah belah Sangha yang bersatu
akan menderita di neraka selama satu kappa, sedangkan seseorang yang “membuat
bersatu Sangha yang terpecah belah”[5] akan bergembira di surga selama
satu kappa. Penyusunan kata-kata ini muncul berulang kali dalam kutipan-kutipan
yang mengikuti.[6] Ketika Sangha, setelah terpecah belah pada salah satu
masalah ini, mengadakan uposatha, pavāraṇā atau saṅghakamma yang terpisah,
suatu hasil dari perpecahan.[7]
Makna paralel dari perpecahan ini diberikan dalam Oxford Reference Dictionary
saya: “Pemisahan suatu Gereja ke dalam dua Gereja atau pemisahan diri dari
suatu kelompok karena perbedaan ajaran, tata tertib, dst.” Akan menjadi salah
satu tugas kita untuk menentukan apakah semua pemisahan historis Buddhisme
menjadi aliran-aliran yang berbeda, atau memang salah satu darinya, merupakan
perpecahan dalam pengertian ini.
Diskusi modern atas pertanyaan ini telah menekankan dua bentuk perpecahan yang
agak berbeda. Bechert menggunakan istilah saṅghabheda untuk menunjuk pada
pemisahan suatu komunitas individual, dan nikāyabheda untuk menunjuk pada
proses pembentukan aliran. Sasaki menggunakan kammabheda dan cakkabheda untuk
membuat pembedaan yang sama: kammabheda terjadi ketika dua kelompok mengadakan
uposatha secara terpisah dalam batas yang sama, sedangkan cakkabheda menunjuk
pada pemisahan komunitas religius karena dasar ajaran [yang berbeda].[8] Poin
kunci pada perbedaan ini adalah bahwa pembentukan aliran-aliran tidak harus
menyatakan suatu sanghabheda. Untuk mengklarifikasi poin ini mari kita melihat
lebih dekat pada bacaan Vinaya, yang dimulai dari teks Pali.
Perilaku Devadatta menyebabkan penetapan aturan saṅghādisesa yang melarang
penghasutan yang disengaja untuk memecah belah. Aturan itu sendiri berbunyi:
“Suatu Sangha yang bersatu, bergembira satu sama lain, tanpa pertentangan,
dengan satu pembacaan, berdiam dalam kenyamanan.”[9] Di sini gagasan
persatuan berhubungan erat dengan diadakannya pembacaan yang bersatu atas pāṭimokkha
pada uposatha yang diadakan dua minggu sekali, seperti yang ditunjukkan pada
istilah kunci “satu pembacaan”. Perasaan ini diulangi dalam baris penutup dalam
pembacaan pāṭimokkha: “Di sini masing-masing dan setiap orang harus berlatih,
dengan persatuan, dengan saling bergembira, tanpa pertentangan.”[10]
Tetapi kita sedikit tidak jelas apa yang dimaksud di sini: apakah persatuan
membutuhkan semua monastik untuk ikut serta, sedikitnya secara potensial dalam
saṅghakamma yang sama, atau hanya mereka dalam satu vihara tertentu? Definisi
“bersatu” sedikit di bawah ini mengatakan: “‘Bersatu’ berarti suatu Sangha yang
berasal dari satu persatuan yang sama, berdiam dalam batas monastik yang
sama”.[11] Ini menunjuk pada Sangha di dalam batas tertentu, alih-alih Sangha
universal “dari empat arah”.
Ini dijelaskan lebih jauh dalam kutipan di mana pembacaan setiap dua minggu
ditetapkan:
Sekarang pada suatu kesempatan kelompok enam bhikkhu, berdasarkan perkumpulan
mereka, membacakan pāṭimokkha, masing-masing dalam perkumpulan mereka sendiri.
Sang Bhagava menyatakan tentang hal ini: “Para bhikkhu, kalian tidak
seharusnya, berdasarkan perkumpulan kalian, membacakan pāṭimokkha,
masing-masing dalam perkumpulan kalian sendiri. Siapa pun membacakan demikian,
ini adalah pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu
tindakan uposatha bagi mereka yang bersatu.”
Dan kemudian para bhikkhu berpikir: “Sang Bhagava telah menetapkan ‘suatu
tindakan uposatha bagi mereka yang bersatu.’ Sampai jangkauan mana terdapat
persatuan, sejauh satu vihara, atau untuk seluruh bumi?” Sang Bhagava
menyatakan tentang hal ini: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, persatuan sampai
jangkauan sejauh satu vihara.”[12]
Dengan demikian persatuan Sangha berkaitan erat dengan pembacaan uposatha
setiap dua minggu sebagai upacara penegasan identitas bersama Sangha. Untuk
tujuan biasa, Sangha harus mengumpulkan semua yang tinggal dalam batas monastik
(sīmā) yang sama untuk membacakan pāṭimokkha setiap dua minggu.
Mendefinisikan perpecahan dalam cara ini kelihatannya legalistik yang sempit.
Tetapi kisah Devadatta (dan para bhikkhu dari Kosambi dan Campā) menggambarkan
kemunduran kerukunan komunitas yang perlahan-lahan, suatu proses disintegrasi
yang bertahan walaupun upaya berulang-ulang untuk menahannya. Penyelenggaran
aktual uposatha yang terpisah hanyalah tindakan legal yang menentukan tanda
pada perpecahan. Sementara tindakan resmi ini secara teknis terbatas pada satu
Sangha lokal, tidak diragukan lagi kelanjutannya dirasakan relevan bagi
Buddhisme secara umum.
Dan dengan demikian walaupun lokalisasi saṅghakamma ini, kelihatannya bahwa
pada kejadian yang besar Sangha akan berkumpul dalam kelompok yang lebih besar
yang valid bagi seluruh komunitas monastik. Demikianlah Konsili Pertama dan
Kedua [berlangsung]. Konsili-konsili ini menggabungkan aspek Dhamma dan Vinaya,
di mana sangat mengejutkan karena bagi Sangha, Vinaya hanya penerapan
sehari-hari dari Dhamma. Bentuk dialog dalam konsili ini menggemakan saṅghakamma,
meskipun prosedur untuk suatu konsili tidak ditetapkan dalam Vinaya sebagai
suatu saṅghakamma. Kisah narasi dimasukkan di dalam Vinaya Skandhaka, dan kedua
konsili membahas masalah Vinaya: untuk Konsili Pertama, “aturan kecil dan tidak
penting” yang diperdebatkan dan masalah-masalah lainnya; untuk Konsili Kedua
“sepuluh poin” yang menyebabkan kejadian ini. Dalam setiap kasus, keputusan
konsili jelas dianggap valid bagi seluruh Sangha Buddhis.
Mengejutkan, ini tidak memiliki contoh atau pembenaran di dalam Vinaya itu
sendiri. Seperti yang kita telah lihat, Vinaya memperlakukan tindakan saṅghakamma
hanya berhubungan pada satu vihara individu. Hanya Sang Buddha yang menetapkan
aturan bagi Sangha sebagai keseluruhan. Tetapi dengan wafatnya Sang Buddha,
tidak ada prosedur bagi pembuatan keputusan Sangha yang universal. Para sesepuh
tidak diragukan lagi melakukan hal terbaik yang dapat mereka lakukan, dan
prosedur mereka memenuhi persetujuan umum dalam Sangha sejak saat itu. Tetapi
ini harus diingat bahwa mereka bertindak tanpa pembenaran yang eksplisit dari
Vinaya.
Ini bukan banyak masalah yang dapat muncul. Sebenarnya, bagi kami yang
menjalankan Vinaya setiap hari, jelas bahwa banyak darinya bekerja sebagai
pedoman. Terdapat tak terhitung situasi yang muncul terus-menerus yang tidak
secara eksplisit dapat diselesaikan dalam Vinaya. Vinaya sendiri memasukan
prinsip-prinsip untuk bagaimana menerapkan contoh-contoh dalam situasi yang
baru. Sangat sering, aturan-aturan Vinaya diungkapkan dalam cara legalistik
yang membuat mereka cukup mudah untuk diterapkan dalam praktek, jika seseorang
sangat condong padanya. Dan demikianlah di Myanmar mereka mengatakan: “Jika
kamu mengetahui Vinaya kamu dapat membunuh seekor ayam”. Mungkin hanya dalam
pemikiran para akademik bahwa Vinaya dengan seksama mengatur setiap segi
kehidupan seorang bhikkhu. Dalam kehidupan nyata ini tidak mungkin. Ini tidak
ada hubungannya dengan pertanyaan apakah seseorang mengambil pendekatan yang
keras atau longgar terhadap aturan-aturan [Vinaya], menekankan pada makna
harfiah atau semangatnya. Ini hanya untuk mengakui kenyataan sederhana bahwa
aturan-aturan hanya mencakup sejumlah konteks yang terbatas, dan di luar itu
kami harus menggunakan penilaian terbaik kami.
Seperti yang dinyatakan dalam namanya, Konsili Ketiga, yang akan kita lihat
memiliki hubungan dekat dengan Maklumat Persatuan, berdiri kokoh dalam tradisi
konsili-konsili. Konsili ini diadakan sebagai suatu tindakan yang valid bagi
seluruh Sangha dalam cara yang persis sama seperti Konsili Pertama dan Kedua.
Dan seperti keduanya, jika seseorang mencoba menyelidiki Vinaya itu sendiri
untuk pembenaran atas konsili itu, anda akan mengalami kesulitan. Namun
demikian ia diterima dalam tradisi Vinaya sebagai tindakan yang valid.
Aśoka dan Persatuan
Kita harus berhati-hati menganggap apa persisnya yang dipikirkan Aśoka ketika
mengatakan bahwa “Sangha telah dibuat bersatu”. Kelihatannya bagi saya cukup
masuk akal bahwa Aśoka akan bersusah payah membuat tiga maklumat sepanjang
wilayah yang luas dari daerah pedalaman Buddhis jika ia menunjuk pada
semata-mata perselisihan lokal. Aśoka memiliki pikiran yang besar: ia biasa
berpikir dalam istilah pan-India. Pastinya ketika ia mengatakan “Sangha telah
dibuat bersatu” ia pasti memaksudkannya sebagai Sangha dalam pengertian
universal.
Karena bahasa Aśoka di sini diturunkan dengan dekat dari kisah terkenal
Devadatta, ia secara implisit menempatkan kejadian ini dalam konteks itu,
melihat konflik itu sebagai suatu yang serius yang mengancam Sangha sebagai
keseluruhan, dan ketetapan yang bersesuaian yang menjadi tindakan yang sama
penting (dengan, perlu satu penambahan, semua hasil karma yang menyenangkan
bagi yang mempersatukan!). Sementara kejadian yang bermasalah di Pāṭaliputta
sendiri mungkin hanya melibatkan satu vihara sentral,[13] kehadiran Maklumat
Persatuan di beberapa tempat membuatnya pasti bahwa Aśoka memaksudkan solusi
itu untuk diterapkan secara umum, bukan hanya dalam satu vihara.
Bahasa yang digunakan Aśoka seperti “Sangha yang bersatu”, ketika digunakan
dalam pengertian teknis Vinaya, seperti yang telah kita lihat, menunjuk pada
suatu Sangha lokal. Tetapi ini satu-satunya bahasa yang ia punyai, dan ia harus
menggunakan ini untuk menghubungkan kisah itu dengan kosakata yang telah dikenali.
Umat Buddha saat itu, seperti saat ini, akan memahami dan menggunakan kata-kata
dalam pengertian yang lebih resmi daripada yang dibutuhkan oleh definisi teknis
yang terbatas dalam Vinaya.
Oleh sebab itu, akan menjadi sungguh-sungguh melampaui bukti untuk menyatakan
bahwa pernyataan Sangha telah dibuat bersatu membuktikan bahwa telah ada
sebelumnya suatu keadaan perpecahan.[14] Lagi, teks-teks Vinaya biasanya
menggambarkan keadaan sebagai hitam dan putih: apakah terdapat suatu perpecahan
atau persatuan. Tetapi teks-teks ini adalah teks legal yang sifatnya mencari
definisi hitam dan putih yang jelas. Sayangnya kenyataan selalu muncul dalam
bayangan abu-abu. Kita akan melihat bahwa kisah Konsili Ketiga menggambarkan
suatu keadaan ketidaktentraman, suatu “masalah” muncul dan tidak terselesaikan
yang sangat mengganggu berfungsinya Sangha selama bertahun-tahun. Ini tidak
dapat digambarkan sebagai “persatuan”, tetapi keadaan perpecahan yang resmi
belum terjadi. Ini bukan suatu perpecahan maupun persatuan. Dalam konteks
demikian Maklumat Persatuan kenyataannya sangat tepat. Maklumat tersebut
menggambarkan tibanya suatu keadaan persatuan, tanpa menyatakan bahwa telah
terdapat suatu perpecahan.
Kemudian kita harus bertanya, apakah Aśoka memaksudkan bahwa ia telah
mempersatukan Sangha dari suatu aliran tertentu, atau Sangha dari semua
Buddhism? Bukti maklumat menunjukkan dengan jelas bahwa Aśoka sepenuhnya
non-sektarian dan toleran dalam pandangannya. Tidak ada aliran yang disebutkan,
baik secara tersurat maupun tersirat. Terdapat daftar terkenal teks-teks yang
dianjurkan Aśoka untuk dipelajari para bhikkhu dan bhikkhu. Sementara terdapat
beberapa keraguan tentang teks-teks persisnya yang ditunjukkan, semuanya
termasuk dalam strata awal yang digunakan bersama dari sutta-sutta dan bukan
teks-teks sektarian, seperti Abhidhamma. Seperti yang dikatakan Bechert: “Ini
dapat ditunjukkan dengan analisis yang hati-hati terhadap catatan sejarah dan
prasasti-prasasti bahwa sang raja tidak memihak terhadap golongan mana pun
dalam Sangha.”[15] Tanpa bukti yang pasti apa pun yang menunjuk pada arah lain,
maka kita hanya dapat menyimpulkan bahwa Aśoka memaksudkan seluruh Sangha telah
bersatu.
Tindakan Aśoka menandakan suatu perubahan besar dalam hubungan Sangha-negara.
Sangha didirikan sebagai badan internasional yang mengatur urusannya sendiri,
dan peran penguasa adalah untuk mendukung, tidak untuk mengendalikan. Kisah
Vinaya tentang Konsili Pertama dan Kedua tidak menyebutkan terlibatnya pihak
kerajaan. Pastinya ini telah menyebabkan krisis institusional yang besar karena
Aśoka harus ikut campur dengan sangat dramatis.
Mungkinkah ini muncul disebabkan oleh perselisihan sektarian? Mungkinkah,
katakanlah, suatu perbedaan pendapat atas sifat sesungguhnya pencerahan Arahat
mengarah pada hal ini? Ini tampaknya masuk akal. Kita hanya dapat membayangkan
bahwa terdapat masalah serius yang melibatkan Aśoka secara pribadi. Ketika kita
melihat pada teks-teks kita melihat bahwa kenyataannya terdapat satu catatan
yang demikian: kisah dari tradisi Pali, khususnya komentar Vinaya
Samantapāsādikā, dan versi Mandarin-nya Sudassanavinayavibhāsā.[16] Sebagai
tambahan, bacaan pendek dari Mahāsaṅghika Vinaya dapat memberikan kita petunjuk
apa yang sebenarnya terjadi.
« Last
Edit: 26 January 2013, 10:55:55 PM by ariyakumara »
Logged
"Holmes once said not to allow your
judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are
antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa
seniya
·
Global
Moderator
·
KalyanaMitta
·
·
Posts:
3.469
·
Reputasi:
169
·
Gender:
·
Om muni
muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Sect and Sectarianism oleh Bhikkhu Sujato
« Reply
#6 on: 26 January 2013, 07:30:01 PM »
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda