Selasa, 05 Juli 2022

Serie Ke-4- Asal Mula Aliran-Aliran Buddhis- PENULIS: Bhikkhu Sujato 2006

 

Bab 1
“Maklumat Persatuan”


AŚOKA MENERBITKAN MAKLUMAT DI TIGA TEMPAT tentang Sangha, yang telah dikenal sebagai “Maklumat Perpecahan.” Ini adalah nama yang tidak cocok, dan ini sendiri mungkin dipengaruhi oleh harapan para sarjana modern bahwa pada masa Aśoka Sangha telah terpecah-pecah.

Maklumat-maklumat ini menggambarkan keadaan kesatuan dari Sangha, bukan keadaan perpecahan. Tiga prasasti yang sangat singkat ditemukan pada “Minor Pillar Edicts” di Sarnath, Sāñchī, dan Kosambi dalam berbagai keadaan reruntuhan, terbentang sepanjang jalan antara Pāṭaliputta, ibukota Aśoka, ke Avanti dan Vedisa. Ini semua adalah tempat-tempat kuno Buddhisme.

Maklumat-maklumat ini memerintahkan para menteri Aśoka bahwa, karena Sangha telah dibuat bersatu,[2] siapa pun bhikkhu atau bhikkhuni yang memecah belah Sangha harus dibuat memakai jubah awam dan tinggal terpisah. Maklumat Sāñchī menambahkan bahwa Sangha yang bersatu ini, baik bhikkhu dan bhikkhuni, tidak seharusnya terpecah belah selama anak-anak dan cucu-cucuku berkuasa, serta matahari dan bulan bersinar, karena inilah keinginanku agar Sangha yang bersatu akan tetap bertahan untuk waktu yang lama.[3]  Maklumat Sarnath menambahkan bahwa salinan maklumat ini harus dibuat tersedia untuk para umat awam, yang harus meninjau kembali pesan ini setiap dua minggu uposatha.





Pernyataan bahwa Sangha telah “dibuat bersatu” menyatakan suatu kejadian sebenarnya, bukan teoritis, di mana maklumat ini menanggapi dengan memperingatkan akibat berat dari perilaku memecah belah. Kenyataan bahwa maklumat-maklumat ini ditemukan dalam beberapa tempat menyatakan bahwa kecenderungan perpecahan tersebar luas, dan, jika maklumat diterapkan, mungkin terdapat beberapa episode. Maklumat Sarnath mulai dengan bacaan yang rusak sebagian: pāṭa[liput]..., yang kelihatannya menunjuk pada Pāṭaliputta. Ini menyatakan bahwa, seperti yang dapat seseorang harapkan, kekuatan perpecahan sedang bekerja di ibukota, mungkin terpusat di saa. Jika demikian halnya, maka perintah Aśoka kepada para menterinya akan, seperti biasanya, agar mereka mengikuti contoh pribadinya. Dengan demikian kita dapat berpikir suatu pusat krisis di ibukota yang ditangani oleh Aśoka secara pribadi, dan mungkin beberapa gema yang lebih kecil sepanjang wilayah itu, yang ditangani oleh para menteri.

Tidak ada contoh dalam Vinaya bagi seorang penguasa sekuler untuk ikut campur dengan cara ini dalam operasi Sangha. Sementara Vinaya menggambarkan suatu Sangha yang mampu mengurusi urusannya sendiri, dengan anggapan diam-diam bahwa kekuatan pemerintah akan menyediakan dukungan umum, sekarang kita memiliki seorang penguasa yang secara langsung memaksakan kehendaknya terhadap Sangha. Mungkin hal yang paling mengejutkan adalah bahwa Sangha kelihatannya menyambut campur tangan ini. Ini hanya dapat dijelaskan jika masalahnya adalah masalah yang sebenarnya, di mana Sangha tidak dapat menyelesaikannya dengan prosedur normalnya (saṅghakamma). Prosedur ini bekerja dengan kesepakatan bersama, dan dengan demikian menganggap suatu tingkat dasar dari ketulusan dan kerjasama. Inilah bagaimana perselisihan diselesaikan dalam Konsili Kedua. Tetapi jika orang-orang yang menyebabkan masalah mengganggu berfungsinya saṅghakamma, Sangha tidak berkuasa.

Perpecahan dan Persatuan

Untuk memahami Maklumat Persatuan, kita pertama-tama harus meninjau sifat dari perpecahan dan persatuan. Dalam Buddhisme, perpecahan awal mula dan mendasar adalah [yang dilakukan oleh] sepupu Sang Buddha yang jahat, Devadatta, Yudas atau Set dalam Buddhisme. Kisahnya terlalu panjang dan sudah terlalu diketahui untuk diulangi di sini.[4] Semua kisah perpecahan mempunyai Devadatta di belakang pikiran mereka, dan semua pencerita kisah-kisah itu berusaha menyeimbangkan dua kekuatan: membenarkan dan mensahkan aliran terpisah mereka, sementara pada saat yang sama dengan keras menghindari bayangan anggapan apa pun bahwa mereka mengikuti jejak Devadatta.

Ini jelas terlihat dalam Maklumat Persatuan, karena ungkapan yang digunakan Aśoka menggemakan ungkapan dari kutipan terkenal di mana Sang Buddha memperingatkan Devadatta bahwa seseorang yang memecah belah Sangha yang bersatu akan menderita di neraka selama satu kappa, sedangkan seseorang yang “membuat bersatu Sangha yang terpecah belah”[5]  akan bergembira di surga selama satu kappa. Penyusunan kata-kata ini muncul berulang kali dalam kutipan-kutipan yang mengikuti.[6] Ketika Sangha, setelah terpecah belah pada salah satu masalah ini, mengadakan uposatha, pavāraṇā atau saṅghakamma yang terpisah, suatu hasil dari perpecahan.[7]

Makna paralel dari perpecahan ini diberikan dalam Oxford Reference Dictionary saya: “Pemisahan suatu Gereja ke dalam dua Gereja atau pemisahan diri dari suatu kelompok karena perbedaan ajaran, tata tertib, dst.” Akan menjadi salah satu tugas kita untuk menentukan apakah semua pemisahan historis Buddhisme menjadi aliran-aliran yang berbeda, atau memang salah satu darinya, merupakan perpecahan dalam pengertian ini.

Diskusi modern atas pertanyaan ini telah menekankan dua bentuk perpecahan yang agak berbeda. Bechert menggunakan istilah saṅghabheda untuk menunjuk pada pemisahan suatu komunitas individual, dan nikāyabheda untuk menunjuk pada proses pembentukan aliran. Sasaki menggunakan kammabheda dan cakkabheda untuk membuat pembedaan yang sama: kammabheda terjadi ketika dua kelompok mengadakan uposatha secara terpisah dalam batas yang sama, sedangkan cakkabheda menunjuk pada pemisahan komunitas religius karena dasar ajaran [yang berbeda].[8] Poin kunci pada perbedaan ini adalah bahwa pembentukan aliran-aliran tidak harus menyatakan suatu sanghabheda. Untuk mengklarifikasi poin ini mari kita melihat lebih dekat pada bacaan Vinaya, yang dimulai dari teks Pali.

Perilaku Devadatta menyebabkan penetapan aturan saṅghādisesa yang melarang penghasutan yang disengaja untuk memecah belah. Aturan itu sendiri berbunyi: “Suatu Sangha yang bersatu, bergembira satu sama lain, tanpa pertentangan, dengan satu pembacaan, berdiam dalam kenyamanan.”[9]  Di sini gagasan persatuan berhubungan erat dengan diadakannya pembacaan yang bersatu atas pāṭimokkha pada uposatha yang diadakan dua minggu sekali, seperti yang ditunjukkan pada istilah kunci “satu pembacaan”. Perasaan ini diulangi dalam baris penutup dalam pembacaan pāṭimokkha: “Di sini masing-masing dan setiap orang harus berlatih, dengan persatuan, dengan saling bergembira, tanpa pertentangan.”[10]

Tetapi kita sedikit tidak jelas apa yang dimaksud di sini: apakah persatuan membutuhkan semua monastik untuk ikut serta, sedikitnya secara potensial dalam saṅghakamma yang sama, atau hanya mereka dalam satu vihara tertentu? Definisi “bersatu” sedikit di bawah ini mengatakan: “‘Bersatu’ berarti suatu Sangha yang berasal dari satu persatuan yang sama, berdiam dalam batas monastik yang sama”.[11] Ini menunjuk pada Sangha di dalam batas tertentu, alih-alih Sangha universal “dari empat arah”.

Ini dijelaskan lebih jauh dalam kutipan di mana pembacaan setiap dua minggu ditetapkan:

Sekarang pada suatu kesempatan kelompok enam bhikkhu, berdasarkan perkumpulan mereka, membacakan pāṭimokkha, masing-masing dalam perkumpulan mereka sendiri. Sang Bhagava menyatakan tentang hal ini: “Para bhikkhu, kalian tidak seharusnya, berdasarkan perkumpulan kalian, membacakan pāṭimokkha, masing-masing dalam perkumpulan kalian sendiri. Siapa pun membacakan demikian, ini adalah pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu tindakan uposatha bagi mereka yang bersatu.”

Dan kemudian para bhikkhu berpikir: “Sang Bhagava telah menetapkan ‘suatu tindakan uposatha bagi mereka yang bersatu.’ Sampai jangkauan mana terdapat persatuan, sejauh satu vihara, atau untuk seluruh bumi?” Sang Bhagava menyatakan tentang hal ini: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, persatuan sampai jangkauan sejauh satu vihara.”[12]

Dengan demikian persatuan Sangha berkaitan erat dengan pembacaan uposatha setiap dua minggu sebagai upacara penegasan identitas bersama Sangha. Untuk tujuan biasa, Sangha harus mengumpulkan semua yang tinggal dalam batas monastik (sīmā) yang sama untuk membacakan pāṭimokkha setiap dua minggu.

Mendefinisikan perpecahan dalam cara ini kelihatannya legalistik yang sempit. Tetapi kisah Devadatta (dan para bhikkhu dari Kosambi dan Campā) menggambarkan kemunduran kerukunan komunitas yang perlahan-lahan, suatu proses disintegrasi yang bertahan walaupun upaya berulang-ulang untuk menahannya. Penyelenggaran aktual uposatha yang terpisah hanyalah tindakan legal yang menentukan tanda pada perpecahan. Sementara tindakan resmi ini secara teknis terbatas pada satu Sangha lokal, tidak diragukan lagi kelanjutannya dirasakan relevan bagi Buddhisme secara umum.

Dan dengan demikian walaupun lokalisasi saṅghakamma ini, kelihatannya bahwa pada kejadian yang besar Sangha akan berkumpul dalam kelompok yang lebih besar yang valid bagi seluruh komunitas monastik. Demikianlah Konsili Pertama dan Kedua [berlangsung]. Konsili-konsili ini menggabungkan aspek Dhamma dan Vinaya, di mana sangat mengejutkan karena bagi Sangha, Vinaya hanya penerapan sehari-hari dari Dhamma. Bentuk dialog dalam konsili ini menggemakan saṅghakamma, meskipun prosedur untuk suatu konsili tidak ditetapkan dalam Vinaya sebagai suatu saṅghakamma. Kisah narasi dimasukkan di dalam Vinaya Skandhaka, dan kedua konsili membahas masalah Vinaya: untuk Konsili Pertama, “aturan kecil dan tidak penting” yang diperdebatkan dan masalah-masalah lainnya; untuk Konsili Kedua “sepuluh poin” yang menyebabkan kejadian ini. Dalam setiap kasus, keputusan konsili jelas dianggap valid bagi seluruh Sangha Buddhis.

Mengejutkan, ini tidak memiliki contoh atau pembenaran di dalam Vinaya itu sendiri. Seperti yang kita telah lihat, Vinaya memperlakukan tindakan saṅghakamma hanya berhubungan pada satu vihara individu. Hanya Sang Buddha yang menetapkan aturan bagi Sangha sebagai keseluruhan. Tetapi dengan wafatnya Sang Buddha, tidak ada prosedur bagi pembuatan keputusan Sangha yang universal. Para sesepuh tidak diragukan lagi melakukan hal terbaik yang dapat mereka lakukan, dan prosedur mereka memenuhi persetujuan umum dalam Sangha sejak saat itu. Tetapi ini harus diingat bahwa mereka bertindak tanpa pembenaran yang eksplisit dari Vinaya.

Ini bukan banyak masalah yang dapat muncul. Sebenarnya, bagi kami yang menjalankan Vinaya setiap hari, jelas bahwa banyak darinya bekerja sebagai pedoman. Terdapat tak terhitung situasi yang muncul terus-menerus yang tidak secara eksplisit dapat diselesaikan dalam Vinaya. Vinaya sendiri memasukan prinsip-prinsip untuk bagaimana menerapkan contoh-contoh dalam situasi yang baru. Sangat sering, aturan-aturan Vinaya diungkapkan dalam cara legalistik yang membuat mereka cukup mudah untuk diterapkan dalam praktek, jika seseorang sangat condong padanya. Dan demikianlah di Myanmar mereka mengatakan: “Jika kamu mengetahui Vinaya kamu dapat membunuh seekor ayam”. Mungkin hanya dalam pemikiran para akademik bahwa Vinaya dengan seksama mengatur setiap segi kehidupan seorang bhikkhu. Dalam kehidupan nyata ini tidak mungkin. Ini tidak ada hubungannya dengan pertanyaan apakah seseorang mengambil pendekatan yang keras atau longgar terhadap aturan-aturan [Vinaya], menekankan pada makna harfiah atau semangatnya. Ini hanya untuk mengakui kenyataan sederhana bahwa aturan-aturan hanya mencakup sejumlah konteks yang terbatas, dan di luar itu kami harus menggunakan penilaian terbaik kami.

Seperti yang dinyatakan dalam namanya, Konsili Ketiga, yang akan kita lihat memiliki hubungan dekat dengan Maklumat Persatuan, berdiri kokoh dalam tradisi konsili-konsili. Konsili ini diadakan sebagai suatu tindakan yang valid bagi seluruh Sangha dalam cara yang persis sama seperti Konsili Pertama dan Kedua. Dan seperti keduanya, jika seseorang mencoba menyelidiki Vinaya itu sendiri untuk pembenaran atas konsili itu, anda akan mengalami kesulitan. Namun demikian ia diterima dalam tradisi Vinaya sebagai tindakan yang valid.

Aśoka dan Persatuan

Kita harus berhati-hati menganggap apa persisnya yang dipikirkan Aśoka ketika mengatakan bahwa “Sangha telah dibuat bersatu”. Kelihatannya bagi saya cukup masuk akal bahwa Aśoka akan bersusah payah membuat tiga maklumat sepanjang wilayah yang luas dari daerah pedalaman Buddhis jika ia menunjuk pada semata-mata perselisihan lokal. Aśoka memiliki pikiran yang besar: ia biasa berpikir dalam istilah pan-India. Pastinya ketika ia mengatakan “Sangha telah dibuat bersatu” ia pasti memaksudkannya sebagai Sangha dalam pengertian universal.

Karena bahasa Aśoka di sini diturunkan dengan dekat dari kisah terkenal Devadatta, ia secara implisit menempatkan kejadian ini dalam konteks itu, melihat konflik itu sebagai suatu yang serius yang mengancam Sangha sebagai keseluruhan, dan ketetapan yang bersesuaian yang menjadi tindakan yang sama penting (dengan, perlu satu penambahan, semua hasil karma yang menyenangkan bagi yang mempersatukan!). Sementara kejadian yang bermasalah di Pāṭaliputta sendiri mungkin hanya melibatkan satu vihara sentral,[13] kehadiran Maklumat Persatuan di beberapa tempat membuatnya pasti bahwa Aśoka memaksudkan solusi itu untuk diterapkan secara umum, bukan hanya dalam satu vihara.

Bahasa yang digunakan Aśoka seperti “Sangha yang bersatu”, ketika digunakan dalam pengertian teknis Vinaya, seperti yang telah kita lihat, menunjuk pada suatu Sangha lokal. Tetapi ini satu-satunya bahasa yang ia punyai, dan ia harus menggunakan ini untuk menghubungkan kisah itu dengan kosakata yang telah dikenali. Umat Buddha saat itu, seperti saat ini, akan memahami dan menggunakan kata-kata dalam pengertian yang lebih resmi daripada yang dibutuhkan oleh definisi teknis yang terbatas dalam Vinaya.

Oleh sebab itu, akan menjadi sungguh-sungguh melampaui bukti untuk menyatakan bahwa pernyataan Sangha telah dibuat bersatu membuktikan bahwa telah ada sebelumnya suatu keadaan perpecahan.[14] Lagi, teks-teks Vinaya biasanya menggambarkan keadaan sebagai hitam dan putih: apakah terdapat suatu perpecahan atau persatuan. Tetapi teks-teks ini adalah teks legal yang sifatnya mencari definisi hitam dan putih yang jelas. Sayangnya kenyataan selalu muncul dalam bayangan abu-abu. Kita akan melihat bahwa kisah Konsili Ketiga menggambarkan suatu keadaan ketidaktentraman, suatu “masalah” muncul dan tidak terselesaikan yang sangat mengganggu berfungsinya Sangha selama bertahun-tahun. Ini tidak dapat digambarkan sebagai “persatuan”, tetapi keadaan perpecahan yang resmi belum terjadi. Ini bukan suatu perpecahan maupun persatuan. Dalam konteks demikian Maklumat Persatuan kenyataannya sangat tepat. Maklumat tersebut menggambarkan tibanya suatu keadaan persatuan, tanpa menyatakan bahwa telah terdapat suatu perpecahan.

Kemudian kita harus bertanya, apakah Aśoka memaksudkan bahwa ia telah mempersatukan Sangha dari suatu aliran tertentu, atau Sangha dari semua Buddhism? Bukti maklumat menunjukkan dengan jelas bahwa Aśoka sepenuhnya non-sektarian dan toleran dalam pandangannya. Tidak ada aliran yang disebutkan, baik secara tersurat maupun tersirat. Terdapat daftar terkenal teks-teks yang dianjurkan Aśoka untuk dipelajari para bhikkhu dan bhikkhu. Sementara terdapat beberapa keraguan tentang teks-teks persisnya yang ditunjukkan, semuanya termasuk dalam strata awal yang digunakan bersama dari sutta-sutta dan bukan teks-teks sektarian, seperti Abhidhamma. Seperti yang dikatakan Bechert: “Ini dapat ditunjukkan dengan analisis yang hati-hati terhadap catatan sejarah dan prasasti-prasasti bahwa sang raja tidak memihak terhadap golongan mana pun dalam Sangha.”[15] Tanpa bukti yang pasti apa pun yang menunjuk pada arah lain, maka kita hanya dapat menyimpulkan bahwa Aśoka memaksudkan seluruh Sangha telah bersatu.

Tindakan Aśoka menandakan suatu perubahan besar dalam hubungan Sangha-negara. Sangha didirikan sebagai badan internasional yang mengatur urusannya sendiri, dan peran penguasa adalah untuk mendukung, tidak untuk mengendalikan. Kisah Vinaya tentang Konsili Pertama dan Kedua tidak menyebutkan terlibatnya pihak kerajaan. Pastinya ini telah menyebabkan krisis institusional yang besar karena Aśoka harus ikut campur dengan sangat dramatis.

Mungkinkah ini muncul disebabkan oleh perselisihan sektarian? Mungkinkah, katakanlah, suatu perbedaan pendapat atas sifat sesungguhnya pencerahan Arahat mengarah pada hal ini? Ini tampaknya masuk akal. Kita hanya dapat membayangkan bahwa terdapat masalah serius yang melibatkan Aśoka secara pribadi. Ketika kita melihat pada teks-teks kita melihat bahwa kenyataannya terdapat satu catatan yang demikian: kisah dari tradisi Pali, khususnya komentar Vinaya Samantapāsādikā, dan versi Mandarin-nya Sudassanavinayavibhāsā.[16] Sebagai tambahan, bacaan pendek dari Mahāsaṅghika Vinaya dapat memberikan kita petunjuk apa yang sebenarnya terjadi.

« Last Edit: 26 January 2013, 10:55:55 PM by ariyakumara »

https://forum.dhammacitta.org/Themes/vVide/images/ip.gif Logged

"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

·        Global Moderator

·        KalyanaMitta

·        *****

·        https://dhammacitta.org/forum/avatarsc/avatar_3667_1513473972.png

·        Posts: 3.469

·        Reputasi: 169

·        Gender: Male

·        Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha

https://forum.dhammacitta.org/Themes/vVide/images/post/xx.gif

Re: Sect and Sectarianism oleh Bhikkhu Sujato

« Reply #6 on: 26 January 2013, 07:30:01 PM »

 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda