Selasa, 05 Juli 2022

Serie Ke-7-Asal Mula Aliran-Aliran Buddhis- PENULIS: Bhikkhu Sujato 2006

 

Peti-peti jenazah tersebut telah diperkirakan berasal dari akhir abad kedua SM, yaitu, satu abad lewat sedikit setelah Aśoka. Prasasti-prasasti ini adalah bukti tertulis kita yang tertua untuk nama-nama pribadi, lokasi, dan masa para bhikkhu. Willis menunjukkan bahwa lima bhikkhu yang disebut dalam peti penyimpanan dapat diidentifikasikan dengan lima bhikkhu, yang, seperti yang tercatat dalam Samantapāsādikā dan sumber-sumber Pali lainnya, dikirim ke wilayah Himalaya sebagai bagian dari upaya misionaris Aśoka. Nama-nama tambahan merupakan murid dan pengikut dari misionaris awal mula. Dengan demikian sumber Pali mendapatkan pembuktian yang penting dalam dua sumber informasi prasasti kita: Maklumat Aśoka mengkonfirmasikan Konsili Ketiga, dan prasasti Vedisa mengkonfirmasi kisah [pengiriman] misi.[42]

Peti-peti jenazah menggambarkan para bhikkhu ini sebagai “guru-guru dari semua Himalaya”. Oleh sebab itu, kita juga harus melihat kelompok ini sebagai perkumpulan di mana sumber-sumber yang belakangan menggambarkannya sebagai “aliran Himalaya” (Haimavata Nikāya). Namun saya akan mempertanyakan sampai jangkauan apa bukti prasasti memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa suatu “aliran” ada pada waktu itu.





Jelasnya, terdapat banyak unsur yang penting untuk pembentukan suatu “aliran”. Kita melihat suatu kelompok yang terikat erat, semuanya yang mengetahui satu sama lain, dengan guru-guru yang umum. Kita melihat munculnya suatu kultus pemujaan orang-orang suci lokal, seperti halnya Sang Buddha dan para siswa besar yang dihormati oleh semua umat Buddha. Kita melihat suatu pusat institusi yang berkembang dengan baik dan sangat disokong.

Tetapi terdapat juga banyak hal yang tidak kita lihat. Sejauh yang saya sadari, kita tidak melihat penggunaan istilah nikāya atau istilah lainnya untuk menunjuk pada suatu aliran. Kita tidak memiliki bukti silsilah tekstual yang terpisah, atau ajaran yang dikembangkan secara mandiri. Kita tidak memiliki bukti bahwa kelompok ini mengadakan saṅghakamma yang terpisah.

Saya akan menyatakan bahwa, dengan hanya membaca bukti dalam cara yang paling harfiah seperti yang kita lakukan dengan maklumat Aśoka, prasasti Vedisa menunjukkan bahwa suatu pusat berkembang di sekeliling suatu kelompok monastik yang pada masa yang belakangan dikenal sebagai aliran Haimavata. Kita tidak mengetahui apakah mereka menganggap diri mereka suatu “aliran” yang berbeda pada tahap ini. Alih-alih melihat penemuan Vedisa sebagai bukti bahwa aliran-aliran telah ada pada waktu itu, kita lebih baik menganggap ini bukti untuk apa yang dapat mengajarkan kita tentang bagaimana aliran-aliran muncul.

Sementara identifikasi misionaris Himalaya hampir pasti, sisa nama-nama memberikan kita beberapa pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu.

Gotiputa

Gotiputa jelas merupakan seorang bhikkhu yang penting, dan mungkin instrumental dalam membentuk kehadiran Hemavata di Vedisa. Willis menempatkan penanggalannya pada kira-kira pertengahan abad kedua SM.[43] Namun, kesimpulan ini menyisakan beberapa asumsi yang sangat fleksibel, dan benar-benar Gotiputa dan murid-muridnya mungkin telah hidup pada waktu antara masa [pengiriman] misi dan pendirian stupa.[44]

Gotiputa dikatakan sebagai “pewaris” (dāyāda) salah satu dari lima misionaris awal mula, Dundubhissara. Penyebutan dāyāda bukanlah istilah Vinaya yang biasanya untuk menunjukkan hubungan guru-murid, sehingga Willis menganggapnya menunjukkan bahwa Gotiputa hidup beberapa waktu setelah misi awal mula. Tetapi, makna dāyāda kelihatannya lebih menyatakan suatu hubungan akrab yang hidup, alih-alih suatu silsillah pewaris yang jauh. Dalam pengertian spiritual (dhammadāyāda atau sāsanadāyāda) ini berarti seseorang yang benar-benar layak atas ajaran yang hidup. Dalam pengertian yang lebih awam, seorang pewaris adalah seseorang yang paling layak untuk menerima barang-barang kepemilikan materi dari seseorang yang telah meninggal. Dengan demikian bagi orang awam dalam masyarakat patriarkal waktu itu, anak laki-laki adalah pewaris alih-alih saudara perempuan.[45] Ketika seorang bhikkhu meninggal, barang-barang miliknya dikembalikan kepada Sangha. Namun, karena seorang perawat bermanfaat besar, Sangha dianjurkan memberikan kebutuhan sang bhikkhu yang meninggal kepada bhikkhu pelayan yang mengurus almarhum.[46] Dalam Mahāsaṅghika Vinaya bhikkhu yang mewarisi kebutuhan itu tidak hanya seorang murid langsung (saddhivihārika atau antevāsin), tetapi juga dapat dipercaya dan disetujui oleh Sangha.[6] Kata dāyāda tidak digunakan dalam konteks ini dalam Pali Vinaya. Namun demikian, saya pikir contoh-contoh ini menunjukkan bahwa seorang dāyāda lebih mungkin seorang pewaris yang “dinobatkan” secara khusus dan dekat alih-alih keturunan yang jauh dari silsilah yang sama. Dalam pengertian ini istilah ini dapat lebih akrab daripada hanya “murid” (antevāsin), karena seorang guru dapat memiliki sejumlah murid berapa pun, dan sementara guru dan murid secara ideal dianggap menganggap satu sama lain seperti ayah dan anak, dalam kenyataannya mereka mungkin tidak memiliki hubungan dekat secara khusus. Ini juga sesuai dengan konteks kita, karena ini meninggikan status Gotiputa lebih banyak jika ia dilihat sebagai seseorang yang benar-benar layak menjalankan misi Dundubhissara setelah kematiannya. Jika hubungan dāyāda adalah sesuatu seperti yang kita asumsikan, maka lebih mungkin bahwa Gotiputa adalah sezaman lebih muda dari para guru Hemavata.

Berikutnya kita harus bertanya, siapakah Gotiputa ini? Ia jelas seorang guru yang penting. Tetapi ia secara misterius tidak diketahui – atau adakah ia? Catatan komentar Vinaya dari Konsili Ketiga menceritakan kisah berikut. Saya menerjemahkannya dari bahasa Mandarin, yang dalam hal ini sama dengan Pali-nya:

Pada waktu itu, raja Aśoka telah naik tahta selama 9 tahun. Terdapat seorang bhikkhu, bernama Kotaputtatissa[48], yang sakit parah. Berkeliling meminta dana untuk mencari obat, ia hanya menerima sejumput ghee. Penyakitnya bertambah sehingga kekuatan hidupnya akan berakhir. Ia mendekati para bhikkhu dan berkata: “Di tiga alam, berwaspadalah, janganlah malas!” Setelah itu, ia terbang ke udara. Duduk di angkasa, ia memasuki [meditasi] unsur api, membakar tubuhnya dan memasuki Nibbana. Pada waktu itu raja Aśoka mendengar orang-orang membicarakan hal ini, dan kemudian memberikan persembahan. Sang raja berpikir dan berkata: “Bahkan dalam wilayah kekuasaanku para bhikkhu yang membutuhkan pengobatan tidak dapat memperolehnya!...”[49]

Di sini kita memiliki seorang guru yang namanya kelihatannya luar biasa mirip dengan guru Hemavata dari prasasti. Variasi Pali yang berbeda dari nama ini termasuk Kontiputta, Kuntaputta, dan Kontaputta.[50] Prasasti relik memasukan bentuk-bentuk Kotīputa dan Gotiputa.[51] Ini tampaknya bahwa ini adalah dua orang bhikkhu yang berbeda, karena kedua bentuk ini muncul dalam dua peti jenazah yang ditemukan sebagai bagian dari kumpulan yang sama dari kelimanya.

Tetapi kita membayangkan apakah mungkin tidak ada semacam hubungan keluarga di sini.[52] Bahasa dari prasasti biasanya mengerutkan apa yang dibentuk sebagai kumpulan konsonan dalam bahasa Pali atau Sanskrit; dengan demikian, sebagai contoh, Pali Dundubhissara menjadi Dudubhisara dalam prasasti. Kita juga mencatat beberapa kasus pada peti penyimpanan di mana ejaan berkisar antara i dan ī. Jayawickrama menyatakan identifikasi Goti- dan Kotī-, yang menunjukkan perubahan g > k dalam bahasa Prākrit barat laut[53] (walaupun kita bukan di barat laut!). Tanpa menyimpulkan dalam satu cara atau yang lain, kita memunculkan kemungkinan bahwa ini adalah bentuk variasi dari nama yang sama. Tetapi jika terdapat suatu hubungan keluarga, persisnya jenis keluarga apakah yang sedang kita bicarakan?

Mahāvaṁsa menceritakan suatu kisah. Kontiputtatissa adalah anak dari seorang kinnarī (peri hutan) yang bernama Kuntī, yang tergoda oleh seorang pria dari Pāṭaliputta dan “kelihatannya” (kira) melahirkan dua anak laki-laki, Tissa dan Sumitta. Mereka berdua pergi meninggalkan keduniawian di bawah sesepuh Mahāvaruṇa.[54] (Jelas memiliki ibu seorang peri hutan tidak membatalkan seseorang dari anggapan seorang “manusia” untuk tujuan penahbisan.) Kontiputtatissa digigit oleh serangga, tetapi walaupun ia mengatakan kepada saudara laki-lakinya segenggam penuh ghee dibutuhkan sebagai obatnya, ia tidak akan pergi mencarinya setelah ia makan. Versi ini sesuai dengan kisah lain tentang cara kematian Kontiputtatissa. Semua versi juga setuju bahwa penyesalan Aśoka dalam mendengar kisah ini merupakan sebab langsung baginya untuk secara dramatis meningkatkan sokongannya yang dermawan kepada Sangha, yang pada gilirannya dorongan langsung bagi unsur yang merusak masuk Sangha, yang mengharuskan [penyelenggaraan] Konsili Ketiga. Kita melihat bahwa saudara laki-laki Kontiputtatissa, Sumitta, juga meninggal dalam tahun yang sama. Kisah peri hutan dan dua putranya yang bernasib buruk menambah dimensi yang membangkitkan rasa ingin tahu pada kisah kita.[55] Tetapi untuk saat ini adalah cukup untuk melihat bahwa klan “Kuntī” tampaknya tidak memiliki keluarga yang biasa.

Mogaliputa

Sekarang, Gotiputa memiliki sejumlah murid, yang menonjol adalah “Mogaliputa” dan “Vāchiputa” tertentu. Satu silsilah sarjana, dimulai dari Cunningham dan Geiger, membuat hubungan yang jelas antara Mogaliputa ini dengan Moggaliputtatissa dari kronologis Pali. Silsilah yang lain, termasuk Lamotte dan Willis, menolak identifikasi ini segera. Baik alasan untuk membuat kesamaan ini dan alasan untuk menolaknya adalah hampir sederhana. Di sini kita memiliki seorang bhikkhu tertentu, dengan jelas berhubungan dengan masa umum dan kegiatan misionaris yang sama dari 5 bhikkhu yang sama, dan bersama-sama menggunakan nama yang sama. Masalahnya adalah dalam kisah Pali, Moggaliputtatissa hidup pada masa Aśoka, sedangkan murid Gotiputa, jika penanggalan Willis benar, hidup lebih dari satu abad kemudian. Tetapi ketika kita mengenali bahwa penanggalan demikian didasarkan pada asumsi yang fleksibel jika bukan sepenuhnya sembarangan, kita tidak dapat begitu pasti tentang perbaikan penanggalan Gotiputa dalam bukti arkeologis.

Suatu masalah yang lebih jauh dengan mengidentifikasi Moggaliputtatissa dari tradisi Pali dengan Mogaliputa dari peti penyimpan relik adalah bahwa Moggaliputtatissa dianggap sebagai pemimpin dari para guru Hemavata. Tetapi, jika kita menyamakan keduanya, kita berakhir dengan Moggaliputtatissa sebagai murid dari pewaris para guru Hemavata.

Tetapi penempatan Moggaliputtatissa sebagai pemimpin misi pada beberapa cakupan adalah ungkapan prasangka Mahāvihāravāsin. Jelasnya, terdapat banyak bhikkhu senior yang terlibat. Misi-misi ini, dalam semua kemungkinan, diorganisasikan oleh suatu kelompok sesepuh yang berhubungan secara longgar yang mengambil keuntungan dari kondisi yang menguntungkan dari kekuasaan Aśoka untuk menyebarkan Dhamma. Dan organisatornya tidak harus [bhikkhu] yang paling senior: baik Konsili Pertama ataupun Kedua bhikkhu yang memimpin bukan yang paling senior. Kegiatan misionaris melibatkan sedikitnya tiga generasi bhikkhu: Moggaliputtatissa, Majjhantika, dan Mahādeva yang memimpin penahbisan Mahinda, dan Mahinda pada gilirannya memiliki sejumlah murid, termasuk seorang samanera, yang bersamanya ke Sri Lanka. Oleh karena itu, kita sangat bersesuaian dengan teks untuk mengasumsikan bahwa para guru Hemavata kira-kira sama dalam kedudukannya dengan Moggaliputtatissa.

Satu asumsi yang tidak terucapkan dari alasan Willis adalah bahwa informasi pada peti penyimpanan relik, karena informasi ini konkrit, dapat diperkirakan waktunya, dan dapat ditentukan tempatnya, mungkin lebih akurat. Tentu saja, ini adalah asumsi yang masuk akal – tetapi asumsi yang masuk akal tidak selalu benar. Sejak masa yang paling awal, kita dapat mengasumsikan bahwa komunitas-komunitas [monastik] berebut posisi, yang bertujuan agar silsilah mereka sendiri dianggap tertinggi. Mereka yang menulis prasasti pada peti-peti jenazah tidak lebih atau kurang berupaya membuat catatan historis yang tepat daripada mereka yang menyusun kronologis yang telah diperbaiki.

Kita mengetahui bahwa posisi para sesepuh terkemuka dalam daftar silsilah tidak konsisten. Contoh yang terkenal adalah Majjhantika. Dalam teks Pali, ia adalah seorang misionaris Aśoka; tetapi dalam sumber utara ia biasanya digambarkan sebagai seorang murid langsung dari Ānanda. Ini karena ia sezaman dengan Śāṇavāsin dan Upagupta, yang mewakili silsilah Mathura, dan silsilah Kaśmīri harus dimasukkan dalam silsilah Mathura yang telah berkembang, tidak bertepatan dengan patriark Kaśmīr yang menjadi seniornya. Hal yang sama, Samantapāsādikā (dan Sudassanavinayavibhāsā) menggambarkan Siggava dan Caṇḍavajji sebagai guru-guru Moggaliputtatissa. Tetapi sumber Mandarin yang belakangan mengatakan Caṇḍavajji sebagai murid Moggaliputtatissa.[56]

Oleh karena itu, kita dapat menganggap perbedaan dalam perspektif antara teks Pali dan prasasti sebagai, bukan suatu jurang yang tidak dapat didamaikan, tetapi suatu penyajian yang sepenuhnya normal berdasarkan prasangka masing-masing aliran. Mahāvihāravāsin menganggap Moggaliputtatissa sebagai yang menetapkan posisi ajaran mereka, dan oleh sebab itu berharap menempatkannya pada pusat kegiatan misionaris. Hemavata, sangat dipahami, berharap untuk menekankan pentingnya silsilah mereka sendiri, sehingga menempatkan guru-guru mereka pada kedudukan yang lebih tinggi daripada Moggaliputtatissa.

Terdapat satu poin kecil lain yang dapat dirasa memperkuat hubungan antara dua “Moggaliputta”. Dalam Dīpavaṁsa, Aśoka, yang kecewa dengan para pengikut ajaran lain, dikatakan berpikir kapan ia dapat berkesempatan bertemu dengan seorang sappurisa, yang tentu saja ternyata adalah Moggaliputtatissa. Ini adalah istilah kanonik yang terkenal yang menunjuk pada seorang ariya, seseorang yang telah mencapai jalan mulia. Peti penyimpanan relik menunjuk pada para bhikkhu sebagai sappurisa, termasuk sapurisa mogaliputa. Ini menunjukkan setidaknya bahwa istilah tersebut umum digunakan dalam konteks ini, dan mungkin digunakan oleh orang yang sama.

https://forum.dhammacitta.org/Themes/vVide/images/ip.gif Logged

"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

·        Global Moderator

·        KalyanaMitta

·        *****

·        https://dhammacitta.org/forum/avatarsc/avatar_3667_1513473972.png

·        Posts: 3.469

·        Reputasi: 169

·        Gender: Male

·        Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha

https://forum.dhammacitta.org/Themes/vVide/images/post/xx.gif

Re: Sect and Sectarianism oleh Bhikkhu Sujato

« Reply #9 on: 26 January 2013, 10:07:31 PM »

 

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda