Serie Ke-7-Asal Mula Aliran-Aliran Buddhis- PENULIS: Bhikkhu Sujato 2006
Peti-peti jenazah tersebut telah diperkirakan
berasal dari akhir abad kedua SM, yaitu, satu abad lewat sedikit setelah Aśoka.
Prasasti-prasasti ini adalah bukti tertulis kita yang tertua untuk nama-nama
pribadi, lokasi, dan masa para bhikkhu. Willis menunjukkan bahwa lima bhikkhu
yang disebut dalam peti penyimpanan dapat diidentifikasikan dengan lima
bhikkhu, yang, seperti yang tercatat dalam Samantapāsādikā dan sumber-sumber
Pali lainnya, dikirim ke wilayah Himalaya sebagai bagian dari upaya misionaris
Aśoka. Nama-nama tambahan merupakan murid dan pengikut dari misionaris awal
mula. Dengan demikian sumber Pali mendapatkan pembuktian yang penting dalam dua
sumber informasi prasasti kita: Maklumat Aśoka mengkonfirmasikan Konsili
Ketiga, dan prasasti Vedisa mengkonfirmasi kisah [pengiriman] misi.[42]
Peti-peti jenazah menggambarkan para bhikkhu ini sebagai “guru-guru dari semua
Himalaya”. Oleh sebab itu, kita juga harus melihat kelompok ini sebagai
perkumpulan di mana sumber-sumber yang belakangan menggambarkannya sebagai
“aliran Himalaya” (Haimavata Nikāya). Namun saya akan mempertanyakan sampai
jangkauan apa bukti prasasti memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa suatu
“aliran” ada pada waktu itu.
Jelasnya, terdapat banyak unsur yang penting untuk pembentukan suatu “aliran”.
Kita melihat suatu kelompok yang terikat erat, semuanya yang mengetahui satu
sama lain, dengan guru-guru yang umum. Kita melihat munculnya suatu kultus
pemujaan orang-orang suci lokal, seperti halnya Sang Buddha dan para siswa
besar yang dihormati oleh semua umat Buddha. Kita melihat suatu pusat institusi
yang berkembang dengan baik dan sangat disokong.
Tetapi terdapat juga banyak hal yang tidak kita lihat. Sejauh yang saya sadari,
kita tidak melihat penggunaan istilah nikāya atau istilah lainnya untuk
menunjuk pada suatu aliran. Kita tidak memiliki bukti silsilah tekstual yang
terpisah, atau ajaran yang dikembangkan secara mandiri. Kita tidak memiliki
bukti bahwa kelompok ini mengadakan saṅghakamma yang terpisah.
Saya akan menyatakan bahwa, dengan hanya membaca bukti dalam cara yang paling
harfiah seperti yang kita lakukan dengan maklumat Aśoka, prasasti Vedisa
menunjukkan bahwa suatu pusat berkembang di sekeliling suatu kelompok monastik
yang pada masa yang belakangan dikenal sebagai aliran Haimavata. Kita tidak
mengetahui apakah mereka menganggap diri mereka suatu “aliran” yang berbeda
pada tahap ini. Alih-alih melihat penemuan Vedisa sebagai bukti bahwa
aliran-aliran telah ada pada waktu itu, kita lebih baik menganggap ini bukti
untuk apa yang dapat mengajarkan kita tentang bagaimana aliran-aliran muncul.
Sementara identifikasi misionaris Himalaya hampir pasti, sisa nama-nama
memberikan kita beberapa pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu.
Gotiputa
Gotiputa jelas merupakan seorang bhikkhu yang penting, dan mungkin instrumental
dalam membentuk kehadiran Hemavata di Vedisa. Willis menempatkan penanggalannya
pada kira-kira pertengahan abad kedua SM.[43] Namun, kesimpulan ini menyisakan
beberapa asumsi yang sangat fleksibel, dan benar-benar Gotiputa dan
murid-muridnya mungkin telah hidup pada waktu antara masa [pengiriman] misi dan
pendirian stupa.[44]
Gotiputa dikatakan sebagai “pewaris” (dāyāda) salah satu dari lima misionaris
awal mula, Dundubhissara. Penyebutan dāyāda bukanlah istilah Vinaya yang
biasanya untuk menunjukkan hubungan guru-murid, sehingga Willis menganggapnya
menunjukkan bahwa Gotiputa hidup beberapa waktu setelah misi awal mula. Tetapi,
makna dāyāda kelihatannya lebih menyatakan suatu hubungan akrab yang hidup,
alih-alih suatu silsillah pewaris yang jauh. Dalam pengertian spiritual
(dhammadāyāda atau sāsanadāyāda) ini berarti seseorang yang benar-benar layak
atas ajaran yang hidup. Dalam pengertian yang lebih awam, seorang pewaris
adalah seseorang yang paling layak untuk menerima barang-barang kepemilikan
materi dari seseorang yang telah meninggal. Dengan demikian bagi orang awam
dalam masyarakat patriarkal waktu itu, anak laki-laki adalah pewaris alih-alih
saudara perempuan.[45] Ketika seorang bhikkhu meninggal, barang-barang miliknya
dikembalikan kepada Sangha. Namun, karena seorang perawat bermanfaat besar,
Sangha dianjurkan memberikan kebutuhan sang bhikkhu yang meninggal kepada
bhikkhu pelayan yang mengurus almarhum.[46] Dalam Mahāsaṅghika Vinaya bhikkhu
yang mewarisi kebutuhan itu tidak hanya seorang murid langsung (saddhivihārika
atau antevāsin), tetapi juga dapat dipercaya dan disetujui oleh Sangha.[6] Kata
dāyāda tidak digunakan dalam konteks ini dalam Pali Vinaya. Namun demikian,
saya pikir contoh-contoh ini menunjukkan bahwa seorang dāyāda lebih mungkin
seorang pewaris yang “dinobatkan” secara khusus dan dekat alih-alih keturunan
yang jauh dari silsilah yang sama. Dalam pengertian ini istilah ini dapat lebih
akrab daripada hanya “murid” (antevāsin), karena seorang guru dapat memiliki
sejumlah murid berapa pun, dan sementara guru dan murid secara ideal dianggap
menganggap satu sama lain seperti ayah dan anak, dalam kenyataannya mereka
mungkin tidak memiliki hubungan dekat secara khusus. Ini juga sesuai dengan
konteks kita, karena ini meninggikan status Gotiputa lebih banyak jika ia
dilihat sebagai seseorang yang benar-benar layak menjalankan misi Dundubhissara
setelah kematiannya. Jika hubungan dāyāda adalah sesuatu seperti yang kita
asumsikan, maka lebih mungkin bahwa Gotiputa adalah sezaman lebih muda dari
para guru Hemavata.
Berikutnya kita harus bertanya, siapakah Gotiputa ini? Ia jelas seorang guru
yang penting. Tetapi ia secara misterius tidak diketahui – atau adakah ia?
Catatan komentar Vinaya dari Konsili Ketiga menceritakan kisah berikut. Saya
menerjemahkannya dari bahasa Mandarin, yang dalam hal ini sama dengan Pali-nya:
Pada waktu itu, raja Aśoka telah naik tahta selama 9 tahun. Terdapat seorang
bhikkhu, bernama Kotaputtatissa[48], yang sakit parah. Berkeliling meminta dana
untuk mencari obat, ia hanya menerima sejumput ghee. Penyakitnya bertambah
sehingga kekuatan hidupnya akan berakhir. Ia mendekati para bhikkhu dan
berkata: “Di tiga alam, berwaspadalah, janganlah malas!” Setelah itu, ia
terbang ke udara. Duduk di angkasa, ia memasuki [meditasi] unsur api, membakar
tubuhnya dan memasuki Nibbana. Pada waktu itu raja Aśoka mendengar orang-orang
membicarakan hal ini, dan kemudian memberikan persembahan. Sang raja berpikir
dan berkata: “Bahkan dalam wilayah kekuasaanku para bhikkhu yang membutuhkan
pengobatan tidak dapat memperolehnya!...”[49]
Di sini kita memiliki seorang guru yang namanya kelihatannya luar biasa mirip
dengan guru Hemavata dari prasasti. Variasi Pali yang berbeda dari nama ini
termasuk Kontiputta, Kuntaputta, dan Kontaputta.[50] Prasasti relik memasukan
bentuk-bentuk Kotīputa dan Gotiputa.[51] Ini tampaknya bahwa ini adalah dua
orang bhikkhu yang berbeda, karena kedua bentuk ini muncul dalam dua peti
jenazah yang ditemukan sebagai bagian dari kumpulan yang sama dari kelimanya.
Tetapi kita membayangkan apakah mungkin tidak ada semacam hubungan keluarga di
sini.[52] Bahasa dari prasasti biasanya mengerutkan apa yang dibentuk sebagai
kumpulan konsonan dalam bahasa Pali atau Sanskrit; dengan demikian, sebagai
contoh, Pali Dundubhissara menjadi Dudubhisara dalam prasasti. Kita juga
mencatat beberapa kasus pada peti penyimpanan di mana ejaan berkisar antara i
dan ī. Jayawickrama menyatakan identifikasi Goti- dan Kotī-, yang menunjukkan
perubahan g > k dalam bahasa Prākrit barat laut[53] (walaupun kita bukan di
barat laut!). Tanpa menyimpulkan dalam satu cara atau yang lain, kita
memunculkan kemungkinan bahwa ini adalah bentuk variasi dari nama yang sama.
Tetapi jika terdapat suatu hubungan keluarga, persisnya jenis keluarga apakah
yang sedang kita bicarakan?
Mahāvaṁsa menceritakan suatu kisah. Kontiputtatissa adalah anak dari seorang
kinnarī (peri hutan) yang bernama Kuntī, yang tergoda oleh seorang pria dari Pāṭaliputta
dan “kelihatannya” (kira) melahirkan dua anak laki-laki, Tissa dan Sumitta.
Mereka berdua pergi meninggalkan keduniawian di bawah sesepuh Mahāvaruṇa.[54]
(Jelas memiliki ibu seorang peri hutan tidak membatalkan seseorang dari anggapan
seorang “manusia” untuk tujuan penahbisan.) Kontiputtatissa digigit oleh
serangga, tetapi walaupun ia mengatakan kepada saudara laki-lakinya segenggam
penuh ghee dibutuhkan sebagai obatnya, ia tidak akan pergi mencarinya setelah
ia makan. Versi ini sesuai dengan kisah lain tentang cara kematian
Kontiputtatissa. Semua versi juga setuju bahwa penyesalan Aśoka dalam mendengar
kisah ini merupakan sebab langsung baginya untuk secara dramatis meningkatkan
sokongannya yang dermawan kepada Sangha, yang pada gilirannya dorongan langsung
bagi unsur yang merusak masuk Sangha, yang mengharuskan [penyelenggaraan]
Konsili Ketiga. Kita melihat bahwa saudara laki-laki Kontiputtatissa, Sumitta,
juga meninggal dalam tahun yang sama. Kisah peri hutan dan dua putranya yang
bernasib buruk menambah dimensi yang membangkitkan rasa ingin tahu pada kisah
kita.[55] Tetapi untuk saat ini adalah cukup untuk melihat bahwa klan “Kuntī”
tampaknya tidak memiliki keluarga yang biasa.
Mogaliputa
Sekarang, Gotiputa memiliki sejumlah murid, yang menonjol adalah “Mogaliputa”
dan “Vāchiputa” tertentu. Satu silsilah sarjana, dimulai dari Cunningham dan
Geiger, membuat hubungan yang jelas antara Mogaliputa ini dengan
Moggaliputtatissa dari kronologis Pali. Silsilah yang lain, termasuk Lamotte
dan Willis, menolak identifikasi ini segera. Baik alasan untuk membuat kesamaan
ini dan alasan untuk menolaknya adalah hampir sederhana. Di sini kita memiliki
seorang bhikkhu tertentu, dengan jelas berhubungan dengan masa umum dan
kegiatan misionaris yang sama dari 5 bhikkhu yang sama, dan bersama-sama
menggunakan nama yang sama. Masalahnya adalah dalam kisah Pali,
Moggaliputtatissa hidup pada masa Aśoka, sedangkan murid Gotiputa, jika
penanggalan Willis benar, hidup lebih dari satu abad kemudian. Tetapi ketika
kita mengenali bahwa penanggalan demikian didasarkan pada asumsi yang fleksibel
jika bukan sepenuhnya sembarangan, kita tidak dapat begitu pasti tentang
perbaikan penanggalan Gotiputa dalam bukti arkeologis.
Suatu masalah yang lebih jauh dengan mengidentifikasi Moggaliputtatissa dari
tradisi Pali dengan Mogaliputa dari peti penyimpan relik adalah bahwa
Moggaliputtatissa dianggap sebagai pemimpin dari para guru Hemavata. Tetapi,
jika kita menyamakan keduanya, kita berakhir dengan Moggaliputtatissa sebagai
murid dari pewaris para guru Hemavata.
Tetapi penempatan Moggaliputtatissa sebagai pemimpin misi pada beberapa cakupan
adalah ungkapan prasangka Mahāvihāravāsin. Jelasnya, terdapat banyak bhikkhu
senior yang terlibat. Misi-misi ini, dalam semua kemungkinan, diorganisasikan
oleh suatu kelompok sesepuh yang berhubungan secara longgar yang mengambil
keuntungan dari kondisi yang menguntungkan dari kekuasaan Aśoka untuk
menyebarkan Dhamma. Dan organisatornya tidak harus [bhikkhu] yang paling
senior: baik Konsili Pertama ataupun Kedua bhikkhu yang memimpin bukan yang
paling senior. Kegiatan misionaris melibatkan sedikitnya tiga generasi bhikkhu:
Moggaliputtatissa, Majjhantika, dan Mahādeva yang memimpin penahbisan Mahinda,
dan Mahinda pada gilirannya memiliki sejumlah murid, termasuk seorang samanera,
yang bersamanya ke Sri Lanka. Oleh karena itu, kita sangat bersesuaian dengan
teks untuk mengasumsikan bahwa para guru Hemavata kira-kira sama dalam
kedudukannya dengan Moggaliputtatissa.
Satu asumsi yang tidak terucapkan dari alasan Willis adalah bahwa informasi
pada peti penyimpanan relik, karena informasi ini konkrit, dapat diperkirakan
waktunya, dan dapat ditentukan tempatnya, mungkin lebih akurat. Tentu saja, ini
adalah asumsi yang masuk akal – tetapi asumsi yang masuk akal tidak selalu
benar. Sejak masa yang paling awal, kita dapat mengasumsikan bahwa
komunitas-komunitas [monastik] berebut posisi, yang bertujuan agar silsilah
mereka sendiri dianggap tertinggi. Mereka yang menulis prasasti pada peti-peti
jenazah tidak lebih atau kurang berupaya membuat catatan historis yang tepat
daripada mereka yang menyusun kronologis yang telah diperbaiki.
Kita mengetahui bahwa posisi para sesepuh terkemuka dalam daftar silsilah tidak
konsisten. Contoh yang terkenal adalah Majjhantika. Dalam teks Pali, ia adalah
seorang misionaris Aśoka; tetapi dalam sumber utara ia biasanya digambarkan
sebagai seorang murid langsung dari Ānanda. Ini karena ia sezaman dengan Śāṇavāsin
dan Upagupta, yang mewakili silsilah Mathura, dan silsilah Kaśmīri harus
dimasukkan dalam silsilah Mathura yang telah berkembang, tidak bertepatan
dengan patriark Kaśmīr yang menjadi seniornya. Hal yang sama, Samantapāsādikā
(dan Sudassanavinayavibhāsā) menggambarkan Siggava dan Caṇḍavajji sebagai
guru-guru Moggaliputtatissa. Tetapi sumber Mandarin yang belakangan mengatakan
Caṇḍavajji sebagai murid Moggaliputtatissa.[56]
Oleh karena itu, kita dapat menganggap perbedaan dalam perspektif antara teks
Pali dan prasasti sebagai, bukan suatu jurang yang tidak dapat didamaikan,
tetapi suatu penyajian yang sepenuhnya normal berdasarkan prasangka
masing-masing aliran. Mahāvihāravāsin menganggap Moggaliputtatissa sebagai yang
menetapkan posisi ajaran mereka, dan oleh sebab itu berharap menempatkannya
pada pusat kegiatan misionaris. Hemavata, sangat dipahami, berharap untuk
menekankan pentingnya silsilah mereka sendiri, sehingga menempatkan guru-guru
mereka pada kedudukan yang lebih tinggi daripada Moggaliputtatissa.
Terdapat satu poin kecil lain yang dapat dirasa memperkuat hubungan antara dua
“Moggaliputta”. Dalam Dīpavaṁsa, Aśoka, yang kecewa dengan para pengikut ajaran
lain, dikatakan berpikir kapan ia dapat berkesempatan bertemu dengan seorang
sappurisa, yang tentu saja ternyata adalah Moggaliputtatissa. Ini adalah istilah
kanonik yang terkenal yang menunjuk pada seorang ariya, seseorang yang telah
mencapai jalan mulia. Peti penyimpanan relik menunjuk pada para bhikkhu sebagai
sappurisa, termasuk sapurisa mogaliputa. Ini menunjukkan setidaknya bahwa
istilah tersebut umum digunakan dalam konteks ini, dan mungkin digunakan oleh
orang yang sama.
Logged
"Holmes once said not to allow your
judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are
antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa
seniya
·
Global
Moderator
·
KalyanaMitta
·
·
Posts:
3.469
·
Reputasi:
169
·
Gender:
·
Om muni
muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Sect and Sectarianism oleh Bhikkhu Sujato
« Reply
#9 on: 26 January 2013, 10:07:31 PM »
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda