Serie Ke-13-Asal Mula Aliran-Aliran Buddhis- PENULIS: Bhikkhu Sujato 2006
BAB 4.
Monster
atau Orang Suci?
SAYA SEKARANG INGIN MELIHAT pada beberapa kisah perpecahan, yang mengawali
pemisahan pertama, ke dalam Sthavira dan Mahāsaṅghika. Nama yang paling
terkenal adalah Mahādeva.[102] Bagi sumber-sumber Pali (termasuk
Sudassanavinayavibhāsā), Mahādeva merupakan salah satu misionaris yang dikirim
oleh Moggaliputtatissa. Ia merupakan salah satu guru[103] untuk penahbisan Mahinda,
dan dengan demikian berdiri pada sumber asli tradisi Mahāvihāravāsin.[104]
Mahādeva dipercaya dengan misi ke Mahiṁsaka (Andhra?), di mana ia mengajarkan
kotbah tentang utusan surgawi [Devaduta Sutta]: 40.000 orang menembus Dhamma,
sedangkan 40.000 orang lagi ditahbiskan. Frauwallner menganggap daerah ini
sebagai rumah bagi aliran Mahīśāsaka, dan menyatakan ini berasal dari hasil
misi ini. Mempertimbangkan kedekatan bukti Mahīśāsaka dengan tradisi
Mahāvihāravāsin, hubungan ini tidaklah mengejutkan.
Tetapi terdapat Mahādeva yang lain. Ia juga dikatakan tinggal di Pāṭaliputta
pada masa Aśoka. Ia juga seorang pemimpin suatu kelompok besar dalam periode
perpecahan. Dan ia juga berhubungan dengan wilayah Andhra. Mempertimbangkan
hubungan yang mengejutkan ini, kelihatannya aneh bahwa identifikasi keduanya
tidak diambil begitu saja. Sampai kita menyadari siapakah Mahādeva [yang kedua]
ini: pencetus “lima tesis” yang dicerca dan dihina; pembunuh ayah dan ibunya,
pembunuh seorang Arahat, pemicu perpecahan awal yang selamanya memisahkan
komunitas Buddhisme awal yang bersatu.
Namun, kisah mengerikan ini ditemukan dalam komentar Sarvāstivādin Mahāvibhāṣā,
kelihatannya harus diperjuangkan atas dukungan historisnya. Dalam bab ini kita
akan meninjau kembali sumber-sumber utara yang utama atas perspektif mereka
terhadap perpecahan pertama. Dalam bab berikutnya kita akan melihat bagaimana
ini berhubungan dengan Mahādeva yang seharusnya.
Ulasan yang terkenal dan berpengaruh tentang asal mula aliran-aliran disusun
oleh seorang Sarvāstivādin bernama Vasumitra. Berdasarkan landasan ajaran teks
ini diperhitungkan lebih awal daripada Mahāvibhāṣā, dan mungkin seharusnya
diperkirakan berasal dari masa sekitar 500 AN (100 M). Teks ini ada dalam tiga
terjemahan bahasa Mandarin dan satu bahasa Tibet.
Menurut Vasumitra, sekitar 100 tahun setelah Nirvana (116 tahun menurut
terjemahan Kumārajīva), ketika Aśoka memerintah di Pāṭaliputta, Sangha terbagi
menjadi Mahāsaṅghika dan Sthavira, disebabkan oleh lima tesis. Lima tesis ini
menganggap ketidaksempurnaan seorang Arahat, yang semuanya kelihatannya agak
berbeda dengan kesempurnaan yang diberikan kepada Arahat dalam sutta-sutta
awal. Tetapi penafsirannya adalah semuanya, dan banyak sarjana telah
menyimpulkan setelah pemeriksaan yang dekat bahwa tesis ini, sementara bersifat
kontroversial, tidak mengandung fitnah yang serius terhadap Arahat. Mereka
mungkin hanya berlaku pada beberapa Arahat, atau hanya berhubungan dengan
hal-hal duniawi yang tidak penting dalam pencerahan spiritual.[106]
Dalam Vasumitra dan tempat lainnya lima tesis diberikan dalam suatu syair
berkarakteristik samar. Berikut adalah versi Paramārtha:
Orang lain mengotori jubah
Ketidaktahuan; keragu-raguan; dan dituntun oleh orang lain;
Jalan suci muncul melalui ucapan:
Itulah ajaran Sang Buddha yang sejati[107]
Berbagai nama disebutkan sebagai yang mendukung lima tesis: Nāga (atau Mahāraṭṭha
dalam terjemahan Paramārtha), Pratyantika (?), Bahuśruta; dan dalam dua
terjemahan sebuah nama tambahan, mungkin Mahābhadra.[108] Mahādeva tidak muncul
dalam dua terjemahan bahasa Mandarin yang lebih awal dari Vasumitra, ataupun
dalam terjemahan bahasa Tibet.[109]
Hanya yang terakhir dari tiga terjemahan bahasa Mandarin, oleh Xuan-zang, menyebutkan
Mahādeva, dengan mengatakan: “Dikatakan karena empat perkumpulan tidak sepaham
dalam pendapat mereka atas lima poin Mahādeva.”[110] Lamotte menyatakan bahwa
detail ini disisipkan dari Mahāvibhāṣā, yang juga diterjemahkan oleh Xuan-zang.
Pernyataan ini dapat ditegaskan dengan suatu perbandingan rangkuman syair dari
tesis menyimpang ini. Ini adalah karakter untuk karakter yang sama dengan versi
(yang diterjemahkan di bagian bawah) dari Mahāvibhāṣā. Xuan-zang menerjemahkan
Mahāvibhāṣā pada tahun 656-659 M dan Vasumitra pad tahun 662, maka ia pasti
telah menyalin terjemahan awalnya dari Mahāvibhāṣā ke dalam Vasumitra. Ini
membuktikan Xuan-zang dipengaruhi oleh Mahāvibhāṣā dalam terjemahannya atas
Vasumitra, dan sehingga kita dibenarkan dalam berpikir bahwa penyisipan
Mahādeva juga merupakan suatu penemuan baru Xuan-zang, dan tidak ada dalam teks
India.
Adalah agak memalukan bahwa, walaupun kenyataan bahwa Lamotte dengan jelas
menunjukkan bahwa Mahādeva ini adalah suatu penyisipan belakangan dalam ulasan
Vasumitra, kita masih melihat banyak sekali referensi yang menyatakan bahwa
Vasumitra menyalahkan perpecahan aliran kepada Mahādeva.[111] Ini tidak
meragukan lagi disebabkan nama baik Xuan-zang sebagai penerjemah. Adalah poin
penting, karena nama Mahādeva dilumuri dengan kotoran skandal tidak seperti
yang lain, dan baunya akan tetap tertinggal selama ia dihubungkan dengan asal
mula Mahāsaṅghika.
Semua terjemahan Vasumitra mengatakan seorang Mahādeva yang belakangan, dan
sehingga kita oleh sebab itu akan membedakan Mahādeva I, penyebab perpecahan
yang seharusnya, dari Mahādeva II. Ia adalah seorang pertapa dari agama lain
yang ditahbiskan dalam Mahāsaṅghika 200 tahun setelah Nirvana, dan mendirikan
sub-aliran Caitya.[112] Xuan-zang, setelah menyebutkan Mahādeva yang pertama,
mengatakan bahwa setelah 200 tahun terdapat seseorang yang ditahbiskan,
meninggalkan yang salah dan menjalankan yang benar, yang juga bernama
Mahādeva.[113] Dengan demikian ia dengan jelas mengakui keberadaan dua orang
Mahādeva. Ini tidak serta merta jelas apa hubungan, jika ada, antara kedua
Mahādeva satu sama lain.
Nikāyabhedavibhaṅgavyakhyāna
oleh Bhavya[114]
Bhavya, atau Bhāvaviveka, adalah seorang filsuf Madhyamaka dari abad ke-6 M. Ia
mencatat tiga kisah perpecahan bersama-sama dengan penjelasan aliran-aliran dan
ajarannya. Bhavya I adalah pendapat yang sebenarnya dari Bhavya dan gurunya,
sedangkan ia mencatat Bhavya II (Vibhajjavādin) dan Bhavya III (Puggalavāda)
untuk kepentingan catatan itu. Ia juga memasukkan suatu tradisi lebih jauh yang
menganggap perpecahan berasal dari perselisihan filosofis, khususnya perdebatan
Sarvāstivādin dalam ketiganya. Bhavya menulis pada masa yang jauh dari
kejadian-kejadian itu, walaupun tidak diragukan ia bergantung pada
sumber-sumber yang lebih awal yang saat ini lenyap dari kita.
Daftar pertama (Bhavya I) meniru daftar Vasumitra, dengan beberapa perubahan
kecil tetapi penting.[115] Ini biasanya dianggap sebagai asal mula
Sarvāstivādin, tetapi tidak seperti Vasumitra aliran pertama yang disebutkan
bukan Sarvāstivāda tetapi Haimavata atau “Sthavira awal” (“Mūlasthavira”).
Tidak mungkin kelompok mana pun menyebut kelompok lain sebagai “Sthavira awal”,
maka sebutan ini pasti persepsi aliran itu sendiri. Mungkin Bhavya I seharusnya
dilihat sebagai variasi Haimavata terhadap Vasumitra.
Atau mungkin ini sebaliknya: Vasumitra adalah variasi Sarvāstivāda dari Bhavya
I. ini adalah hipotesis yang radikal, karena Bhavya ditulis jauh belakangan
daripada Vasumitra. Tetapi Vasumitra juga menunjuk pada Haimavata sebagai
Mūlasthavira.[116] Mengapa seorang penulis Sarvastivādin menyebut kelompok lain
sebagai “Sthavira awal”? Dalam pemikiran biasa, Sthavira yang muncul dari
perpecahan Mahāsaṅghika seharusnya dianggap sebagai “Sthavira awal”. Tetapi
Vasumitra menyisipkan Sarvastivādin pada puncak daftarnya sedangkan Haimavata
sebagai yang kedua, walaupun mereka disebut “Sthavira awal”. Lebih alami
menganggap Bhavya I sebagai yang awal mula, yang membuat daftar itu suatu
penyusunan Haimavata, dan Vasumitra suatu pengulangan Sarvastivādin. Jika
terdapat suatu kebenaran dalam hipotesis ini, agak mengejutkan bahwa bukti
prasasti untuk semua aliran, bahkan dalam tahap pembentukannya, adalah
Haimavata; dan lagi dalam Haimavata kita melihat apa yang mungkin menjadi
bentuk paling awal dari daftar aliran-aliran.
Ciri khas lainnya dari Bhavya I adalah bahwa ia memberikan sejumlah sinonim
untuk Sarvastivādin: Hetuvādins (= Vasumitra), Muruntaka, dan Vibhajjavādin.
Ini dengan jelas menyatakan bahwa Sarvastivādin dapat disebut Vibhajjavādin;
tetapi ketika menjelaskan istilah-istilah ini belakangan kemudian, kisah yang
sama mendefinisikan Sarvāstivāda dan Vibhajjavāda sebagai istilah yang
berlawanan. Keadaan masalah yang aneh ini hanya akan masuk akal jika daftar
awal muncul pada suatu masa dan tempat di mana Sarvāstivāda = Vibhajjavāda,
tetapi penjelasan rincinya berasal dari masa yang belakangan, ketika kedua
istilah ini menjadi bermakna ajaran yang berlawanan. Karena teks-teks
Sarvāstivādin sendiri memperlakukan Vibhajjavādin sebagai lawan, mungkin
identifikasi ini dapat muncul dari teks-teks ini; oleh sebab itu nama
alternatif ini hilang dari Vasumitra. Istilah Muruntaka sulit dipahami. Bhavya
menjelaskannya sebagai “mereka yang tinggal di Gunung Muruntaka”. Ini mungkin
suatu penunjukan pada pegunungan Urumuṇḍa di dekat Mathura, yang dikenal dalam
bahasa Pali sebagai Ahogaṅgapabbata. Pegunungan ini merupakan lokasi
vihara-vihara hutan dari patriark besar (Mūla) Sarvāstivādin Śāṇavāsin and
Upagupta, dan juga adalah tempat pengasingan diri patriark Konsili Ketiga,
Moggaliputtatissa.
Daftar Bhavya kedua (Bhavya II) tidak memberikan informasi tahun atau sebab
perpecahan, dan hanya memberikan daftar pemisahan aliran-aliran. Teks ini
menganggap perpecahan awal menjadi tiga aliran: Sthavira, Mahāsaṅghika, dan
Vibhajjavādin. Cousins meyakini ini pasti versi Vibhajjavādin daratan [India],
karena ia memperlakukan Vibhajjavādin sebagai salah satu aliran awal. Dengan
demikian ini mewakili persepsi Vibhajjavādin sendiri atas diri mereka sendiri sebagai
kelompok yang berhubungan erat yang terdiri atas Mahīśāsaka, Kaśyapīya,
Dharmaguptaka, dan Tāṁraśātīya (= Mahāvihāravāsin?). Tentu saja, jika teori ini
benar, ini hanya akan berlaku sebagai bukti dari periode menengah yang
belakangan (sekitar 400 M), dari masa ketika kutipan ini jelas berasal. Kita
mencatat bahwa Vibhajjavādin daratan mungkin melihat diri mereka sendiri
sebagai pembentuk kelompok-kelompok aliran yang demikian, tetapi persepsi
demikian tidak dapat dibuktikan bagi Mahāvihāravāsin, yang melihat diri mereka
sendiri sebagai yang tersendiri secara radikal.
Daftar Bhavya yang paling penting tidak diragukan lagi adalah Bhavya III, yang
mencatat perspektif Puggalavāda, yang tidak diketahui dari sumber mana pun.
Kisah ini sama seperti kisah Vasumitra, tetapi berbeda dalam banyak detail.
Dikatakan bahwa 137 tahun setelah Nirvana, di bawah raja-raja Nanda dan
Mahāpadma (pendahulu Aśoka), terdapat sekumpulan bhikkhu besar di Pāṭaliputta:
Mahākaśyapa, Mahāloma, Mahātyāga, Uttara, Revata, dst. Māra mengambil bentuk
seorang bhikkhu yang bernama Bhadra dan mengemukakan lima tesis. Belakangan
Sesepuh Nāga dan Sāramati (atau Sthiramati) yang “sangat terpelajar”
(bahuśruta) mengadopsi lima tesis, yang mengakibatkan perpecahan antara Mahāsaṅghika
dan Sthavira.[117] Nama Nāga bersesuaian dengan Vasumitra.[118] Bhadra mungkin
sama dengan 大德 dari Paramārtha dan Xuan-zang. Bahuśruta
juga bersesuaian dengan Vasumitra dan mungkin Śāriputraparipṛcchā, walaupun
terdapat beberapa ambiguitas apakah kita harus menganggapnya sebagai sebuah
nama atau sebuah kata sifat.
102 tahun kemudian, Mahāsaṅghika terpecah. Mahādeva, yang sebelumnya seorang
pertapa yang mengikuti ajaran lain dan tinggal di sebuah pegunungan dengan
sebuah cetiya, menolak beberapa ajaran dasar Mahāsaṅghika, dan mendirikan
sub-aliran Cetiya dari Mahāsaṅghika (yang berbasis di Andhra).[119] Inilah
satu-satunya Mahādeva yang dikenal Bhavya, dan jelas sama dengan Mahādeva II
dari Vasumitra. Ini seharusnya tidak mengalihkan perhatian bahwa tiga daftar
Bhavya mewakili perpektif beberapa aliran, dan Mahādeva I tidak memiliki bagian
untuk berperan.
Bhavya III sepaham dengan Dīpavaṁsa dalam menempatkan perpecahan pertama
sebelum Aśoka. Kesepahaman dalam hal periode perpecahan ini telah dianggap
beberapa sarjana menunjukkan bahwa sumber-sumber ini saling memperkuat dan oleh
sebab itu pasti memiliki suatu landasan historis yang asli. Tetapi ini
sangatlah problematik. Kita melihat bahwa penanggalan Dīpavaṁsa atas perpecahan
sepenuhnya tidak berguna, dan tidak ada sumber lain menempatkan perpecahan
sebelum Aśoka. Tidak ada keberatan dalam kesepahaman kedua sumber jika salah
satu sumber dapat ditunjukkan salah. Lebih lanjut, selain dari periode umum dan
kenyataan kosong dari dua perpecahan antara Sthavira dan Mahāsaṅghika, Dīpavaṁsa
dan Bhavya III tidak memiliki hal yang umum: bukan sebabnya (revisi tekstual
vs. 5 tesis); bukan waktu spesifiknya (100 AN vs. 137 AN); bukan tempatnya
(Vesālī vs. Pāṭaliputta); bukan rajanya (Kāḷaśoka vs. Nanda dan Mahāpadma);
bukan prosedurnya (Dīpavaṁsa menggambarkan Mahāsaṅghika pergi keluar dengan
sendirinya untuk menyusun teks mereka, sedangkan Bhavya III menggambarkan suatu
konflik dan pemisahan). Kita harus memeras dengan keras untuk menggali makna
apa pun dari semata-mata kesepahaman periode umum ini.
Bhavya III dapat dibandingkan, bukan dengan Dīpavaṁsa, tetapi dengan Vasumitra.
Tetapi penanggalan hanyalah sumber kebingungan: Bhavya III ditetapkan di bawah
pemerintahan raja-raja yang lebih awal, tetapi karena perbedaan penanggalan
dari masa Sang Buddha sampai Aśoka, tanggal kalendernya lebih belakangan (137
AN vs. 116 AN dari Vasumitra). Tidak ada dari hal ini yang memberikan kita
keyakinan bergantung pada semua penanggalan ini.
Dengan demikian Bhavya berdiri sebagai kisah yang tersendiri, yang bertentangan
dengan semua sumber lain dalam banyak detail penting termasuk penanggalan, dan
yang disusun berabad-abad setelah kejadian tersebut: Bhavya menulis pada abad
ke-6, dan sumbernya untuk bagian ini mungkin berasal dari sekitar abad ke-3 s/d
ke-6.[120] Para bhikkhu yang disebutkan tidak muncul sebagai satu kelompok di
tempat lain mana pun, dan sementara beberapa nama adalah familiar, tidak ada
bukti yang mendukung untuk suatu kelompok yang demikian. Penyebutan Bhadra yang
dirasuki Māra memberikan cukup bukti atas sifat polemik dari kisah ini.
Tāranātha kemungkinan menggambarkan ia sangat jahat seakan-akan ia dirasuki
Māra.[121]
Bhavya III tidak diambil berdasarkan nilai mukanya bahkan dalam tradisi Tibet.
Tāranātha, yang menulis pada abad ke-17 berusaha mempersatukan berbagai sumber
termasuk Bhavya dan kisah Vaibhāśika tentang Mahādeva, menempatkan Mahādeva
setelah Aśoka, kemudian Bhadra sebagai salah satu pengikutnya; sama halnya para
bhikkhu lain yang disebutkan dalam kisah Bhavya di atas ditempatkan dalam
generasi-generasi setelah Aśoka, ketika penyimpangan semakin parah sehingga
menyebabkan perpecahan pada masa Nanda yang belakangan. Benar atau tidak dari
versi Tāranātha bukan poin di sini, tetapi ini memberikan suatu contoh untuk tidak
menerima kronologi dari Bhavya III.
Kita telah melihat bahwa mitologi Mahāvihāravāsin melukiskan gambar latar
belakang yang cukup rinci bagi kita untuk memahami motif dalam menempatkan
perpecahan ketika mereka melakukannya. Di bawah ini kita akan melihat bahwa hal
yang sama berlaku bagi Sarvāstivāda, dan beberapa tingkat bagi Mahāsaṅghika.
Tetapi tidak ada materi legenda yang bertahan dari kelompok aliran
Puggalavāda.[122] Dengan demikian tidak ada cara mengambil kesimpulan apakah
motif khusus mereka dalam menempatkan perpecahan begitu awal. Tetapi kita dapat
menganggap bahwa mereka memiliki rasa penyesalan yang sedemikian, yang
berhubungan dengan kebutuhan universal manusia untuk mencari otoritas kuno atas
tradisi spiritual diri sendiri. Dalam kasus ini unsur penting dalam kisah
mereka adalah untuk menempatkan perpecahan pada masa Nanda dan Mahāpadma, dan
dengan demikian (seperti Mahāvihāravāsin) menetapkan latar untuk memberitahukan
kemenangan besar mereka di bawah Aśoka beberapa dekade kemudian.
Logged
"Holmes once said not to allow your
judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are
antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa
·
Print
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda